Pengertian Al-Maskhu
Kata “reinkarnasi” asalnya dari kata
re+in+ carnis. Kata latin carnis berarti daging, Incarnis artinya mempunyai
bentuk manusia. Sedangkan reinkarnasi adalah masuknya jiwa ke dalam tubuh yang
baru. Dalam bahasa jawa disebut tumitis merujuk kepada kepercayaan bahwa
seseorang itu akan mati dan dilahirkan kembali dalam bentuk kehidupan lain.
Yang dilahirkan itu bukanlah wujud fisik sebagaimana keberadaan kita saat ini.
Yang lahir kembali itu adalah jiwa orang tersebut yang kemudian mengambil wujud
tertentu sesuai dengan hasil pebuatannya terdahulu.
Jadi, jiwanya adalah jiwa yang sudah
ada, tapi jasadnya baru. Maka, reinkarnasi juga dapat disebut kelahiran
kembali. Kondisi ini disebut pula sebagai migrasi jiwa. Artinya, jasad lama
ditinggalkan alias mati, dan pada suatu kesempatan jiwa tersebut masuk ke dalam
jasad baru, alias menjadi bayi kembali. Dalam bahasa Inggris reinkarnasi
disebut sebagai reborn atau reembodiment.
Di dalam Islam tidak ada istilah
reinkarnasi, karena kata tersebut berasal dari kata latin, akan tetapi ada
sebuah konsep dalam al-Qur’an dan Hadits yang menceritakan bahwa manusia karena
pengaruh dosa dan maksiat dapat berubah wujud menjadi hewan dan batu
dalam bahasa arabnya disebut al-maskhu.
Al-maskhu mempunyai arti perubahan
bentuk sesuatu menjadi bentuk yang lebih jelek, suatu contoh Allah merubah
bentuknya menjadi kera. Azhari berkata dalam "Mu'jam
Tahdzibu al-Lughoh", Al-Laits berkata: al-maskhu adalah perubahan
suatu bentuk ciptaan ke bentuk lain. Demikian juga berubah menjadi
ciptaan yang cacat atau rusak. Raghib Isfahani menjelaskan dalam
"Mufrodat al-fadz al-Qur'an" al-maskhu adalah perubahan bentuk
makhluk dari bentuk aslinya menjadi bentuk lainnya. Ibnu
Mandzur berkata: al-maskhu adalah perubahan bentuk sesuatu menjadi lebih jelek
dari asalnya. Muhammad Reza berkata: Allah merubahnya menjadi kera maksudnya
adalah menjadikan jelek bentuk wajahnya. Berkata al-Qurtuby
dalam tafsirnya "al-Jami'" ketika menafsirkan sebuah ayat dari surat
yasin ayat 67:
وَلَوْ نَشَاءُ لَمَسَخْنَاهُمْ عَلَى
مَكَانَتِهِمْ فَمَا اسْتَطَاعُوا مُضِيًّا وَلا يَرْجِعُونَ
Dan jikalau Kami menghendaki
pastilah Kami rubah mereka di tempat mereka berada; maka mereka tidak sanggup
berjalan lagi dan tidak (pula) sanggup kembali. (Qs.Yasin [36] : 67 )
Al-Qurtuby menjelaskan: dirubah
bentuknya dan hatinya menjadi batu, binatang, benda yang tidak bernyawa. dia
berkata; dan telah terjadi perubahan bentuk yaitu manusia dirubah menjadi
binatang, kemudian binatang tersebut tidak bisa berfikir dan tidak mempunyai
kedudukan yang jelas.
Dari penjelasan di atas dapat
disimpulkan bahwa al-maskhu adalah perubahan bentuk manusia menjadi hewan atau
menjadi bentuk yang lebih jelek. Maka dari pengertian tersebut ternyata
mempunyai kesamaan dengan konsep reinkarnasi hanya bahasa dan istilahnya yang
berbeda. Untuk seterusnya agar tidak membingungkan pembaca al-maskhu dengan
reinkarnasi adalah mempunyai arti yang sama.
Dalil Al-Maskhu (Reinkarnasi)
Selama ini kebanyakan orang
menentang adanya reinkarnasi, karena hal tersebut tidak dimuat dalam al-Qur’an
maupun hadits, padahal jika mau teliti dan seksama ternyata banyak sekali
ayat-ayat dan hadits yang menjelaskan perubahan wujud manusia benjadi bentuk
lain. Yang paling fenomenal adalah tentang ummat Nabi Musa dikutuk
menjadi kera dan babi yang direkam dalam al-qur’an.
وَلَقَدْ عَلِمْتُمُ الَّذِينَ
اعْتَدَوْا مِنْكُمْ فِي السَّبْتِ فَقُلْنَا لَهُمْ كُونُوا قِرَدَةً خَاسِئِينَ
Dan sesungguhnya telah kamu ketahui
orang-orang yang melanggar di antaramu pada hari Sabtu, lalu Kami berfirman
kepada mereka: "Jadilah kamu kera yang hina".(QS. Al-Baqarah: 65)
قُلْ هَلْ أُنَبِّئُكُمْ بِشَرٍّ مِنْ
ذَلِكَ مَثُوبَةً عِنْدَ اللَّهِ مَنْ لَعَنَهُ اللَّهُ وَغَضِبَ عَلَيْهِ
وَجَعَلَ مِنْهُمُ الْقِرَدَةَ وَالْخَنَازِيرَ وَعَبَدَ الطَّاغُوتَ
أُولَئِكَ شَرٌّ مَكَانًا وَأَضَلُّ عَنْ سَوَاءِ السَّبِيلِ
Katakanlah: "Apakah akan aku
beritakan kepadamu tentang orang-orang yang lebih buruk pembalasannya dari
(orang-orang fasik) itu di sisi Allah, yaitu orang-orang yang dikutuki dan
dimurkai Allah, di antara mereka (ada) yang dijadikan kera dan babi dan (orang
yang) menyembah thaghut?" Mereka itu lebih buruk tempatnya dan lebih
tersesat dari jalan yang lurus. (QS. Al-Maidah: 60)
فَلَمَّا عَتَوْا عَنْ مَا نُهُوا
عَنْهُ قُلْنَا لَهُمْ كُونُوا قِرَدَةً خَاسِئِينَ
Maka tatkala mereka bersikap sombong
terhadap apa yang mereka dilarang mengerjakannya, Kami katakan kepadanya:
"Jadilah kamu kera yang hina.(QS. Al-A'raf[7]: 166)
Kelompok penentang reinkarnasi
menganggap ayat di atas tidak ada hubungan sama sekali dengan reinkarnasi,
melainkan kisah di atas adalah orang-orang Bani Israil yang dikutuk oleh Allah
menjadi babi dan kera. Suatu keanehan, satu sisi tidak mempercayai reinkarnasi,
tetapi meyakini adanya kutukan terhadap manusia menjadi hewan, bukankah
hal itu sama saja? hanya beda bahasa.
Alasan lain keberatan mereka adalah
jika ayat di atas adalah tentang reinkarnasi, maka terjadi setelah kematian,
baru terlahir kembali menjadi hewan. Sedangkan ayat di atas menjelaskan
perubahan manusia menjadi hewan saat hidupnya.
Ada juga ulama’ yang mengartikan al-maskhu
bukan perubahan bentuk fisik akan tetapi mempunyai arti watak atau berakhlak
hewan, seperti pendapatnya Imam Mujahid yang dimaksud dengan “Kera yang hina”
itu adalah hati mereka berubah berperilaku kera, bukan bentuk tubuh
mereka yang menjadi kera, sebagaimana perumpa- maan lainnya yaitu:
كَمَثَلِ ٱلحِمَارِ
يَحمِلُ أَسفَارَۢا
Seperti keledai yang membawa
kitab-kitab yang tebal (Qs. Al-Jumuah[62] : 5)
Pendapat seperti di atas banyak
diikuti oleh para ahli tafsir modern.
Pendapat di atas kelihatannya benar,
akan tetapi ada beberapa kelemahan:
1. Jika memang ketiga
ayat tersebut tentang perubahan manusia menjadi kera adalah hanyalah
bentuk perumpamaan di dalam al-Qur’an, seperti perumpamaan khimar yang membawa
kitab adalah tidak tepat. Dalam ayat
كَمَثَلِ ٱلحِمَارِ
يَحمِلُ أَسفَارَۢا
Seperti keledai yang membawa
kitab-kitab yang tebal (Qs. Al-Jumuah[62] : 5)
Dari awal sudah ada kata “Ka” yang
artinya adalah seperti, sedangkan dalam ayat al-baqoroh ayat 65, al-Maidah ayat66,
al-‘Arof ayat 166, tidak ada kata “Ka” (seperti). Bahkan menggunakan kata
kerja “Jadilah” (kunu).
2. Andaikata ayat-ayat tersebut
mengisahkan tentang perumpaan bahwa orang yahudi seperti kera, maka hal
tersebut tidak menghebohkan, dan itu bukan d bagian dari adzab yang pedih,
karena orang lain tidak mengetahui hakekat mereka sebab bentuknya tetap menjadi
manusia.
3. Banyak sekali riwayat (hadits)
yang menegaskan kisah di atas melalui jalur yang sohih. Salah satunya adalah:
Aku mendengar ['Abdurrahman bin
Ghanm Al Asy'ari] ia berkata; telah menceritakan kepadaku Abu Amir atau [Abu
Malik] -demi Allah- ia tidak mendustaiku bahwasanya ia mendengar Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Benar-benar akan ada dari umatku
orang-orang yang menghalalkan sutera." Lalu ia menyebutkan redaksi lain,
beliau bersabda: "Salah seorang dari mereka diubah menjadi kera dan babi
hingga hari kiamat." Abu Dawud menyebutkan, "Ada dua puluh orang atau
lebih dari sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengenakan sutera,
salah seorang di antara mereka adalah Anas dan Al bara bin Azib."
Beda lagi menurut Sayyid Qutb
dalam kitab tafsirnya Fii Dzilalil Qur’an ketika menafsirkan “Jadilah
kera yang hina” menjelaskan: Bagaimana mereka menjadi kera? Dan apakah
yang telah berlaku kepada mereka selepas menjadi kera? Apakah mereka telah
pupus sebagaimana pupusnya setiap makhluk yang keluar dari jenisnya? Apakah
mereka beranak pinak selepas mereka menjadi kera? Dan lain-lain pertanyaan yang
dibangkitkan oleh riwayat-riwayat pentafsiran. Semua pertanyaan-pertanyaan itu
tidak diterangkan di dalam al-Qur’anul-Karim.
Begitu juga tidak ada sesuatu hadis
dari Rasulullah s.a.w yang menjelaskan perkara-perkara ini. Oleh sebab itu kita
tidak perlu mengarungi persoalan persoalan yang seperti itu.
Keberatan-keberatan di atas, adalah
salah satu bukti bahwa banyak para ulama’ yang menentang reinkarnasi dalam
Islam. Memang benar walaupun ayat di atas menceritakan saat hidup bani
Israil dikutuk menjadi babi dan kera, justru ayat di atas sangat
mendukung sekali dengan adanya konsep reinkarnasi. Jika reinkarnasi dianggap
mustahil, maka dengan adanya ayat di atas menunjukkan bagi Allah tidak ada
kemustahilan, bahkan sebelum matipun manusia bisa berubah wujudnya,
karena akibat dosa mereka.
Source : http://cahayagusti.blogspot.com

No comments:
Post a Comment